Kamis, 13 November 2008

MENCEGAH PEMANAZHAN GLOBAL

Mencegah Pemanasan GlobalDec 1, '07 11:58 PM
for everyone

Dr. Fahmi Amhar
Peneliti Utama Bakosurtanal

Tanggal 3 hingga 14 Desember 2007 akan berlangsung konvensi / Pertemuan antar pihak (Conference of Parties / Meeting of Parties) tingkat tinggi di Bali yang diadakan oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Pertemuan ini diharapkan dapat mengevaluasi Protokol Kyoto yang dibuat tahun 1997, yang ditandatangani untuk mengurangi kadar CO2 guna mencegah pemanasan global. Fenomena ini tidak bisa dilihat sesaat atau semusim saja, tetapi harus dalam jangka yang lama, berpuluh tahun atau bahkan berabad-abad.

Cuaca adalah fenomena yang dapat bervariasi dari hari ke hari. Sedang tren jangka panjang disebut iklim. Ketika tren ini berubah maka kita bicara tentang perubahan iklim. Pada skala global, ini disebut Global Climate Change. Sejak era industri, orang mencatat perubahan iklim ini. Efek ini diduga akibat meningkatnya karbon dioksida (CO2) di atmosfir sebagai dampak pembakaran hidrokarbon baik bahan bakar fossil, hutan maupun sampah, sehingga sinar inframerah dari matahari lebih banyak terperangkap di atmosfir. Karena efek semacam ini mirip yang dirasakan di rumah-rumah kaca, maka disebut Efek Rumah Kaca (Greenhouse effect) dan CO2 disebut juga ”gas rumah kaca” (Greenhouse-Gas/GHG). Dan karena efeknya memanaskan secara global, maka disebut ”global warming”.

Karena memerlukan riset jangka panjang seperti ini, maka sebagian orang masih berbeda pendapat tentang dimensi efek global warming. Ada yang menganggap efek ini akan dinetralisir oleh peningkatan reaktivitas lautan secara alami.

Namun mau tak mau kita tetap harus mempersiapkan diri. Masalahnya, salah iklim tidak dapat diatasi dalam waktu singkat. Kalau kemarau panjang terjadi, sedang lahan pertanian terlanjur ditanami dengan padi yang sangat butuh air, maka akan terjadi krisis pangan. Karena itu memang pemerintah perlu mengarahkan agar dunia pertanian mengantisipasi hal itu. Ribuan kilometer sistem irigasi harus segera direvitalisasi. Bibit padi yang disiapkan harus juga yang lebih tahan kekeringan.

Namun di sisi lain, sistem pemantauan cuaca kita juga harus terus dibangun. Jaringannya perlu diperpadat, komputernya dimodernisir dan SDM-nya ditingkatkan profesionalitas dan kesejahteraannya. Sistem ini juga harus diintegrasikan ke jaringan pemantau cuaca global, termasuk yang berbasis satelit. Akurasinya harus ditingkatkan, agar ramalan iklim ini memang prediksi yang ilmiah, bukan sekedar isu murahan yang dimanfaatkan segelintir pengusaha untuk mendapatkan proyek pengadaan beras impor atau justifikasi kebakaran hutan – yang sebenarnya telah disengaja.

Sejak masa pencatatan temperatur secara ilmiah dan teratur selama 100 tahun terakhir, tercatat suhu bumi naik 0,75° C. Yang mencolok, setelah 1950, tren kenaikan suhu terlihat cukup konsisten dengan sekitar 0,25° C per dekade untuk daratan dan 0,13° C per dekade untuk lautan.

Dampak Pemanasan Global

Pemanasan global diduga keras akan berpengaruh dalam bentuk sebagai berikut:

(1) Es di kutub dan gunung-gunung tinggi mencair. Menurut perhitungan, hal ini menaikkan paras laut setinggi hingga 5 - 7 meter! Tentu saja kenaikan paras laut rata-rata ini harus diukur dari stasiun pasang surut yang stabil, tidak terjadi gempa atau penurunan muka tanah (land-subsidence).

(2) Kalau air laut naik, maka dataran rendah akan tergenang. Daerah pantai atau dataran rendah yang produktif di bawah level tertentu akan hilang. Pulau-pulau kecil yang rendah juga akan dihapus dari peta. Dataran rendah ini hilang karena muka air laut naik, bukan hanya karena digerus abrasi atau diambil pasirnya.

(3) Bila daratan yang hilang ini merupakan acuan dari ”pagar batas” suatu negeri, maka batas negeri itu bisa kembali menjadi persengketaan mengingat batas alamnya hilang. Untuk negara kepulauan seperti Indonesia dengan batas laut yang kritis dengan beberapa negara, hilangnya sebuah pulau terluar bisa berakibat ribuan kilometer persegi wilayah kedaulatan laut baik itu laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif atau Landas Kontinen dapat tiba-tiba hilang.

(4) Perubahan sirkulasi plankton dan otomatis perubahan sebaran ikan yang pada akhirnya pada persediaan sumber pangan dari laut. Nasib jutaan nelayan atau petani tambak ada di ujung tanduk.

(5) Perubahan vegetasi. Daerah yang kini beriklim sedang akan menjadi lebih hangat sehingga dapat menanam tanaman tropis. Sementara itu daerah yang sekarang sudah hangat seperti di Indonesia, dapat berubah menjadi gurun!

(6) Perubahan pola penyakit, akibat beberapa virus atau bakteria yang dulu hanya ada di daerah tropis (seperti malaria, DBD dan sejenisnya) akan melanda daerah beriklim sedang. Bila para pekerja kesehatan di sana tidak akrab dengan penyakit tropis seperti itu, maka akan timbul pandemi yang sangat ganas.

Sumber Gas Rumah Kaca

Hingga saat ini dua negara besar yaitu China dan Amerika Serikat menolak meratifikasi protokol Kyoto, walau dengan alasan yang berbeda. China berposisi bahwa aktivitas ekonominya masih jauh di bawah negara-negara industri maju. Pengurangan CO2 berarti menutup kesempatan rakyat China untuk menikmati standar hidup yang lebih baik. Sedang AS memang kurang berminat menurunkan tingkat penggunaan energi fossilnya, terutama di bidang transportasi. Namun isu yang saat ini beredar justru bahwa sumber gas rumah kaca ini dunia Islam akibat pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali karena penolakan terhadap program Keluarga Berencana (KB).

Faktanya, selama ini AS adalah “juara” penghasil CO2, yaitu 39% dunia. Negara-negara G-8 (AS, Jepang, Jerman, Canada, Inggris, Perancis, Italia dan Rusia) total membuang CO2 68% dunia. Artinya, jumlah CO2 dari seluruh negara lainnya, termasuk Indonesia dan China kurang dari 32%.

Selama ini sektor yang paling banyak menghasilkan CO2 adalah energi (baik untuk industri maupun transportasi). AS menghembuskan hampir 6500 Mega Ton CO2-equivalen, di mana 95% dari sektor energi. Sebagai pembanding, Indonesia hanya menghembuskan kurang dari 400 Mega Ton CO2-equivalen, meski jumlah penduduk Indonesia sudah mendekati penduduk AS. Namun karena di Indonesia sering terjadi kebakaran hutan, baik disengaja atau tidak, Indonesia “menyumbang” CO2 sebanyak 3000 Mega Ton CO2-equivalen.

Negara-negara maju anggota UNFCCC pada awalnya punya komitmen untuk membantu secara finansial negara-negara berkembang dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim ini. Untuk itu negara-negara berkembang diwajibkan untuk melakukan sejumlah hal seperti menjaga hutan-hutannya serta menyerahkan data Greenhouse gas-inventory.

Namun setelah sepuluh tahun Kyoto Protokol, negara-negara berkembang semakin sadar bahwa ada faktor-faktor institusional yang sangat sulit diatasi, yaitu: (1) negara-negara industri terdepan di dunia (dikenal dengan G-8) sudah berada pada “zona nyaman”, sehingga malas untuk berubah; (2) di dunia saat ini tidak ada skema ekonomi alternatif yang berskala global; dan (3) PBB ternyata tidak punya kapasitas politik yang cukup. Faktanya, politik PBB dan ekonomi dunia saat ini sangat ditentukan oleh politik dan aktivitas korporasi Amerika Serikat – yang menolak meratifikasi protokol Kyoto tadi.

Maka semakin jelas bahwa untuk menyelamatkan planet ini dari kehancuran ekologis, perlu paradigma dan sistem politik dan ekonomi global yang baru. Sistem politik dan ekonomi kapitalistis-sekuler terbukti gagal. Perlu ada sistem alternatif yang bersandar kepada Sang Pencipta Yang Maha Tahu. Allah berfirman:

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. 30: 41)

Sistem alternatif bagi dunia yang sekaligus adalah sistem satu-satunya bagi kaum muslimin itu adalah sistem pemerintahan Islam global (khilafah). Syariat Islam yang diterapkan secara menyeluruh oleh khilafah akan mengatasi masalah CO2 ini sejak dari akarnya. CO2 akan dikurangi dari sisi demand maupun supply.

Dari sisi demand: CO2 dihasilkan dari penggunaan energi konvensional (minya, gas, batubara). Semakin materialis gaya hidup seseorang, makin banyak energi dihabiskannya dan semakin banyak pula CO2 akan dibuangnya. Dengan digantinya paradigma kebahagiaan dengan paradigma Islam, maka sekaligus dua masalah teratasi: kebutuhan energi dan CO2. Bentuk mengurangi demand ini bisa berupa penataan ruang baik makro maupun mikro yang lebih baik, sehingga mengurangi kebutuhan energi untuk transportasi, penerangan atau penyejuk udara. Secara teknologi, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) juga dapat menekan kebutuhan transportasi cukup signifikan, karena akan banyak hal dapat dilakukan secara jarak jauh (misalnya tele-conference, tele-working, dsb).

Sedang dari sisi supply, penggunaan energi terbarukan seperti energi surya dalam berbagai bentuknya (solar-cell, solar-farm, solar-tank), energi angin (wind-farm), energi air (dari mikrohidro sampai PLTA), energi ombak, energi suhu laut (Ocean-Thermal-Energi-Conversion, OTEC), pasang surut, panas bumi (geothermal) hingga energi nuklir dapat membantu menurunkan penggunaan energi konvensional, dan pada akhirnya mengantisipasi pemanasan global.

Di sisi lain, gerakan pelestarian hutan dan penanaman pohon harus digalakkan, baik secara individual, korporasi maupun negara. Dalam 12 tahun (1991-2003), Indonesia sudah kehilangan 68 juta hektar hutan, atau sekitar 10 hektar per menit! Bayangkan, hutan seluas 15x lapangan bola lenyap setiap menit! Di level bawah, para aktivis dakwah perlu mengingatkan ummat pada hadits Nabi yang berbunyi kira-kira, “Andaikan kiamat terjadi sore hari, di pagi hari seorang muslim tetap akan menanam sebuah pohon”, dan di hadits lain, “Andaikata buah pohon itu dinikmati oleh ulat atau burung, maka itu tetap terhitung sedekah dari yang menanamnya”.

PANDANGAN IPTEK TERHADAP PEMANAZHAN GLOBAL

karir anda mentok, karena pendidikan tak mendukung ? lanjutkan kuliah di |

tempat kuliah paling fleksibel SARJANA NEGERI 3 TAHUN - TANPA SKRIPSI ABSENSI HADIR BEBAS - BERKUALITAS - IJAZAH & GELAR DARI DEPDIKNAS MURAH DAPAT DIANGSUR TIAP BULAN -terima pindahan dari PTN/PTS lain
MANAJEMEN - AKUNTANSI - ILMU KOMUNIKASI - ILMU PEMERINTAHAN

022-70314141;7313350 : jl. terusan halimun 37 bandung- utkampus.net


Rabu,31 Oktober 2007 23:05
Salah satu dampak pemanasan global adalah kecenderungan naiknya permukaan laut secara perlahan-lahan, ungkap Dr. Agus Supangat, Kepala Bid. Pelayanan Teknis, Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumber Daya Non-Hayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP pada saat talkshow Sudut Bidik Iptek di QTV yang berdampingan dengan Dr. Fadli Syamsudin, MSc, Kepala Laboratorium Teknologi Sistem Kebumian dan Mitigasi Bencana, BPPT yang membahas Dampak Pemanasan Global terhadap Aspek Kelautan, Rabu, 31 Oktober 2007.

Dr. Fadli menjelaskan, dampak lain terhadap aspek kelautan akibat meningkatnya kandungan CO2 di atmosfer menurut kajian model interaksi laut-atmosfer dewasa ini menimbulkan badai tropis di Samudera Pasifik (bulan Juni s/d November) dan Samudera Hindia (bulan Desember s/d Mei) yang semakin intens pada abad ke-21. Hal tersebut terbukti dengan bencana naiknya muka air laut yang meluap dan membanjiri pesisir pantai selatan Indonesia akibat alun dari badai tropis di Afrika Selatan dan datang bersamaan dengan Gelombang Kelvin yang menjalar di sepanjang Khatulistiwa Samudera Hindia menuju pantai Indonesia serta kondisi pasang tertinggi pada pertengahan Mei 2007 yang lalu. Kombinasi ketiga faktor di atas yang menimbulkan bencana ribuan rumah hancur diterjang gelombang setinggi 5-7 meter di sepanjang pesisir barat Sumatera, pantai selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara termasuk kejadian yang jarang terjadi di Indonesia.

Menurut Dr. Agus, ada perbedaan tinggi permukaan air, maka ada arus lintas dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia, yang memungkinkan fenomena el-nino dan la-nina. Induksi akibat rotasi siklonik badai tropis masih berpengaruh pada 50 LS/LU, sementara wilayah selatan Indonesia yang dibatasi garis 11 LS berada di luar kisaran itu. Badai tropis sangat potensial di pantai selatan Samudera Hindia. Hal ini perlu diwaspadai oleh masyarakat di pesisir pantai selatan Timor, dan pantai selatan Sumatera, dan gelombang juga bisa masuk ke selatan Lombok, Komodo, pantai Selatan Jawa Timur, Cilacap, dan Bali. Karena kalau temperatur naik 1-5°C, maka muka laut akan naik sekitar 10-100 cm. Prediksi tahun 2050, seluas 160 km² luas wilayah kota Jakarta akan hilang.

Badai tropis mengirimkan energinya lewat angin yang berhembus kencang di sepanjang perairan yang dilewatinya. Respon laut akan menyalurkan energi tersebut dalam bentuk gelombang yang menjalar mengikuti kontur batimetri dan teredam di perairan pantai akibat efek kedangkalan. Dalam hal badai tropis, energi yang disalurkan sangat besar menyebabkan volume air yang didorong ke arah pantai meningkat dengan tajam (storm surge). Apabila datangnya badai tropis tersebut bersamaan dengan saat pasang tinggi (high tide), maka badai pasang surut akan melanda wilayah pantai dan sekitarnya. Badai pasang surut ini menyebabkan kenaikan muka laut rata-rata yang dapat merusak bangunan di sekitar pantai ataupun banjir akibat meluapnya sungai.

Untuk mitigasinya dari segi teknologi, BPPT melakukan :Â (1) kerjasama dengan Jepang memasang Radar Atmosfer yang berfungsi menanggulangi bencana laut. Radar ini dipasang di Pontianak, Manado, Padang, dan Jakarta. BPPT juga konsent untuk meneliti laut dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya dengan 4 unit kapal riset. (2)membuat suatu Sistem Teknologi Buoy (tahun lalu) untuk Tsunami, tetapi mempunyai sensor untuk mengukur permukaan laut dan atmosfer (yang ditempatkan di ring Samudera Hindia dan di Selat Makassar). (3)melakukan kerjasama dengan BRKP-DKP merintis roadmap pemanasan global 10 tahun ke depan (dimulai tahun 2008). Melalui kerjasama ini diharapkan akan dapat solusi penurunan emisi karbondioksida, yaitu bagaimana memanfaatkan laut sebagai solusi untuk bisa mengikat karbon, dan pilot project untuk membuat pohon buatan di darat dengan rekayasa teknologi untuk menyerap CO2 yang berfungsi seperti pohon. (misal :Â di sepanjang jalan tol).

Sementara BRKP mempunyai program yang berhubungan dengan (1)aktivitas penduduk, yaitu memetakan daerah yang rentan bencana, (2)pengukuran (merupakan program nasional, a.l. bekerja sama dengan LIPI, BPPT, BMG) yang memerlukan observasi secara terus menerus, dan (3)penyusunan kebijakan dalam bentuk Ocean Policy, yaitu undang-undang yang berkaitan dengan pemanasn global. DKP juga melalukan roadshow sosialisasi ke daerah pesisir.

Saat ini BRKP mengadakan kerjasama internasional dibidang Aliran massa Air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia selanjutnya ke Indonesia, dan Perancis. Salah satu pengukuran yang dilakukan oleh BRKP sejak tahun 2003 sampai sekarang adalah pelelehan es yang berdampak sirkulasi akibat pemanasan global. Karena es yang meleleh akan mempengaruhi sirkulasi arus (seperti yang dibuat dalam film holywood tomorrow). Alat pengukur ini dipasang antara lain di selat Makassar dan Lombok.

Pada akhir perbincangan, Dr. Fadli menyampaikan perlunya jaringan monitoring, dan Dr. Agus menyampaikan pentingnya observasi untuk mendapatkan data, serta perlunya dana. Beliau menghimbau kepada generasi muda untuk terjun meneliti laut, karena negara kita mayoritas terdiri dari lautan.

Selengkapnya, saksikan Sudut Bidik Iptek yang akan ditayangkan minggu depan di QTV dan TV Swara setiap hari Senin, Selasa, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Selamat Menyaksikan ! (gime-adpdki)

HUBUNGAN PASANG SURUT AIR LAUT TERHADAP PEMANAZHAN GLOBAL

December 10, 2007

Rob di Tengah Isu Pemanasan Global

Subandono Diposaptono

Jebolnya tanggul akibat banjir rob (pasang laut) telah merobohkan belasan rumah di kawasan pesisir Jakarta, Senin (26/11). Bukan hanya itu, akses jalan raya, baik dari maupun menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta, juga lumpuh total akibat tergenang air laut yang cukup tinggi. Banyak penerbangan mengalami penundaan. Ratusan hektar tambak pun gagal panen.

Bencana banjir rob disebabkan banyak hal, mulai dari ulah manusia yang merusak lingkungan hingga alami (pasang surut). Maklum, dewasa ini pembangunan di wilayah pesisir sangat cepat, tetapi kurang mengindahkan kaidah tata ruang ramah bencana. Permukiman dibangun terlalu dekat dengan pantai. Mangrove tinggal secuil, hanya tumbuh di beberapa tempat.

Penyedotan air tanah secara berlebihan juga memberi kontribusi terhadap banjir rob. Fakta membuktikan, terkurasnya air itu mengakibatkan tanah ambles. Ketika terjadi rob, terbentuklah genangan air laut yang luas. Itulah yang menimpa Jalan Tol Sedyatmo baru-baru ini.

Perilaku manusia yang tak ramah lingkungan itu masih diperparah dengan kian pesatnya industrialisasi dan penggundulan hutan. Akibatnya terjadilah pemanasan global yang menimbulkan kekacauan iklim dan ekspansi termal lapisan permukaan laut. Es di Benua Antartika meleleh. Kenaikan paras muka air laut (sea level rise) tak dapat dielakkan.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), suatu badan yang dibentuk oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan Program Lingkungan PBB (UNEP), memperkirakan laju paras muka air laut di muka Bumi sekitar 3-10 cm per dasawarsa. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?

Menurut analisis dari beberapa stasiun pasang surut di Jepara, Jakarta, Batam, Ambon, Biak, dan Kupang, selama dasawarsa terakhir menunjukkan, paras muka air laut di kawasan itu berkisar 5-10 milimeter per tahun. Isu ini sangat mengkhawatirkan pesisir berdataran landai di Indonesia. Jika diasumsikan kemiringan pantai 1 persen saja, itu berarti dataran pantai yang tenggelam 0,5 meter sampai 1 meter per tahun.

Kondisi ini diperparah dengan muara sungai yang sangat landai. Jika diasumsikan kelandaian muara sungai rata-rata 1:10.000, maka air laut akan merangsek ke arah darat sejauh 50-100 meter per tahun.

Pasang surut

Pasang surut atau proses naik turunnya muka air laut secara teratur yang disebabkan oleh gaya tarik Bulan dan Matahari juga berkontribusi terhadap bencana banjir rob. Berdasarkan analisis menggunakan metode admiralty, kondisi pasang laut tertinggi untuk tahun 2007 terjadi pada 26 November, yakni sekitar 1,2 meter. Pasang tinggi dengan nilai yang hampir sama diprediksi akan terjadi lagi antara 23 dan 25 Desember 2007.

Saat itulah terjadi bulan purnama yang menyebabkan pasang tinggi. Seperti diketahui, dalam satu tahun akan terjadi pasang air laut saat bulan purnama pada bulan tertentu lebih tinggi dibandingkan dengan pasang purnama pada bulan-bulan yang lain. Karena itu, dalam satu tahun akan terjadi satu kali pasang tertinggi tahunan. Pasang air laut akan mencapai satu kali pasang tinggi tertinggi dengan periode ulang 18,6 tahun.

Secara filosofis, penanganan banjir rob di wilayah pesisir dapat ditempuh dengan beberapa strategi. Pertama, pola protektif dengan membuat bangunan pantai yang mampu mencegah banjir rob agar tidak merangsek ke darat. Pola ini bertujuan melindungi antara lain permukiman, industri wisata, jalan raya, dan daerah pertanian dari genangan air laut.

Tanggul dan bangunan pantai tidak hanya dirancang berdasarkan muka air pasang tinggi dan gelombang laut pada saat ini, tetapi juga harus memperhitungkan amblesan tanah, paras muka air laut, pasang tinggi tertinggi, dan gelombang laut akibat angin dalam kondisi ekstrem.

Pola protektif lain yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan restorasi melalui peremajaan pantai (beach nourishment) dan rehabilitasi mangrove. Proses ini meliputi pengambilan material dari tempat yang tidak membahayakan dan diisikan ke tempat yang membutuhkan. Lahan hasil timbunan ini kemudian ditanami mangrove sehingga dapat meredam banjir rob merangsek ke darat. Hutan mangrove juga berfungsi sebagai penyerap karbon untuk mengurangi pemanasan global.

Kedua, pola adaptif menyesuaikan dengan banjir rob. Rumah-rumah di tepi pantai dibuat model panggung agar aman dari genangan air laut, terutama pada waktu banjir rob. Daerah pertanian yang tergenang air laut akibat banjir rob dapat diubah peruntukannya menjadi lahan budidaya perikanan.

Ketiga, pola mundur (retreat) bertujuan menghindari genangan dengan cara merelokasi permukiman, industri, daerah pertanian, dan lain-lain ke arah darat agar tidak terjangkau air laut akibat banjir rob.

Upaya lain yang tidak kalah penting adalah mengendalikan pemanfaatan air tanah dan membuat sumur resapan untuk menghambat laju amblesan tanah.

Selain yang bersifat fisik, perlu dilakukan pula upaya nonfisik, seperti pembuatan peta risiko banjir rob, penyuluhan, dan penyadaran masyarakat. Masyarakat, baik di daerah rawan banjir rob maupun di luar kawasan, sangat besar perannya. Mereka dituntut untuk sadar, peduli, dan cinta terhadap lingkungan serta disiplin terhadap peraturan dan norma-norma yang ada.

Jika kita tidak segera sadar terhadap lingkungan, maka banjir rob semakin sering terjadi dan bahkan bisa lebih ganas lagi. Pasalnya, bisa saja terjadi kemungkinan di mana kondisi amblesan tanah dan paras muka air laut yang semakin parah bersuposisi dan berakumulasi bersamaan dengan pasang tinggi tertinggi dan gelombang laut yang ekstrem pada masa-masa yang akan datang. Apalagi kalau dibarengi dengan hujan yang sangat deras. Siapkah kita menghadapinya?

Subandono Diposaptono Pemerhati Masalah Mitigasi Bencana; Bekerja di Departemen Kelautan dan Perikanan

Sumber: Kompas

PENYEBAB PEMANAZHAN GLOBAL

Penyebab Pemanasan Global

Para ilmuwan mulai menyelidiki pemanasan global yang terjadi sejak akhir abad 18. Sebagian besar ahli berkesimpulan bahwa kegiatan manusialah yang menjadi penyebab utama meningkatnya pemanasan global yang seringkali dikenal dengan efek rumahkaca. Efek rumah kaca memanaskan bumi melalui suatu proses yang kompleks yang berhubungan dengan sinar matahari, gas, dan partikel-partikel yang ada di atmosfer. Gas-gas yang menahan panas di atmosfer disebut gas rumah kaca.

Kegiatan manusia yang menimbulkan pemanasan global adalah pembakaran minyak bumi, batu bara, dan gas alam dan pembukaan lahan. Sebagian besar pembakaran berasal dari asap mobil, pabrik, dan pembangkit tenaga listrik. Pembakaran minyak fosil ini menghasilkan carbon dioxide (CO2), yakni gas rumah kaca yang menghambat radiasi panas ke angkasa ruang. Pohon-pohon dan berbagai tanaman menyerap CO2 cari udara selama proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan. Pembukaan lahan dengan menebangi pohon-pohon ikut meningkatkan jumlah CO2 karena menurunkan penyerapan CO2, dan dekomposisi dari tumbuhan yang telah mati juga meningkatkan jumlah CO2.

(www.langsing.net/gunung/artikel/lingkungan/pemanasan-global.html)

0 komentar:

Jumat, 07 November 2008

Global Warming, Ancaman Terbesar Planet Bumi


Mungkin pertanyaan yang terlintas pertama kali dalam pikiran Anda adalah “Bagaimana mungkin???” Bagaimana mungkin pemanasan global bisa mengancam kehidupan di planet bumi?

Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia – yang terjadi pada kisaran 1,5–40 Celcius pada akhir abad 21.

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir.

Simaklah fakta-fakta singkat berikut ini:

Fakta #1: Mencairnya es di kutub utara & selatan
Pemanasan Global berdampak langsung pada terus mencairnya es di daerah kutub utara dan kutub selatan. Es di Greenland yang telah mencair hampir mencapai 19 juta ton! Dan volume es di Artik pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya!

Mencairnya es saat ini berjalan jauh lebih cepat dari model-model prediksi yang pernah diciptakan oleh para ilmuwan. Beberapa prediksi awal yang pernah dibuat sebelumnya memperkirakan bahwa seluruh es di kutub akan lenyap pada tahun 2040 sampai 2100. Tetapi data es tahunan yang tercatat hingga tahun 2007 membuat mereka berpikir ulang mengenai model prediksi yang telah dibuat sebelumnya.

Para ilmuwan mengakui bahwa ada faktor-faktor kunci yang tidak mereka ikutkan dalam model prediksi yang ada. Dengan menggunakan data es terbaru, serta model prediksi yang lebih akurat, Dr. H. J. Zwally, seorang ahli iklim NASA membuat prediksi baru yang sangat mencengangkan:

HAMPIR SEMUA ES DI KUTUB UTARA AKAN LENYAP PADA AKHIR MUSIM PANAS 2012

Baru- baru ini sebuah fenomena alam kembali menunjukkan betapa seriusnya kondisi ini. Pada tanggal 6 Maret 2008, sebuah bongkahan es seluas 414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya) di Antartika runtuh. Menurut peneliti, bongkahan es berbentuk lempengan yang sangat besar itu mengambang permanen di sekitar Amerika Selatan, barat daya Semenanjung Antartika. Padahal, diyakini bongkahan es itu
berada di sana sejak 1.500 tahun lalu. “Ini akibat pemanasan global”, ujar ketua peneliti NSIDC Te Scambos.

Menurutnya, lempengan es yang disebut Wilkins Ice Shelf itu sangat jarang runtuh. Sekarang, setelah adanya perpecahan itu, bongkahan es yang tersisa tinggal 12.950 kilometer persegi, ditambah 5,6 kilometer potongan es yang berdekatan dan menghubungkan dua pulau. “Sedikit lagi, bongkahan es terakhir ini bisa turut amblas. Dan, separo total area es bakal hilang dalam beberapa tahun mendatang”, ujar Scambos.

“Beberapa kejadian akhir-akhir ini merupakan titik yang memicu dalam perubahan sistem,” ujar Sarah Das, peneliti dari Institut Kelautan Wood Hole. Perubahan di Antartika sangat kompleks dan lebih terisolasi dari seluruh bagian dunia. Antartika di Kutub Selatan adalah daratan benua dengan wilayah pegunungan dan danau berselimut es yang dikelilingi lautan.

Benua ini jauh jauh lebih dingin daripada Artik, sehingga lapisan es di sana sangat jarang meleleh, bahkan ada lapisan yang tidak pernah mencair dalam sejarah. Temperatur rata-ratanya minus 49 derajat Celsius, tapi pernah mencapai hampir minus 90 derajat celsius pada Juli 1983. Tak heran jika fenomena mencairnya es di benua yang mengandung hampir 90 persen es di seluruh dunia itu mendapat perhatian serius peneliti.

Fakta #2: Meningkatnya level permukaan laut
Mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan berdampak langsung pada naiknya level permukaan air laut. Para ahli memperkirakan apabila seluruh Greenland mencair. Level permukaan laut akan naik sampai dengan 7 meter! Cukup untuk menenggelamkan seluruh pantai, pelabuhan, dan dataran rendah di seluruh dunia.

Fakta #3: Perubahan Iklim/cuaca yang semakin ekstrim
NASA menyatakan bahwa pemanasan global berimbas pada semakin ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat di prediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat yang lain. Topan dan badai tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan semakin lama semakin kuat.

Tanpa diperkuat oleh pernyataan NASA di atas pun Anda sudah dapat melihat efeknya pada lingkungan di sekitar kita. Anda tentu menyadari betapa panasnya suhu di sekitar Anda belakangan ini. Anda juga dapat
melihat betapa tidak dapat diprediksinya kedatangan musim hujan ataupun kemarau yang mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim tanam yang seharusnya dilakukan pada musim kemarau ternyata malah
hujan.

Anda juga dapat mencermati kasus-kasus badai ekstrim yang belum pernah melanda wilayah-wilayah tertentu di Indonesia. Tahun-tahun belakangan ini kita makin sering dilanda badai-badai ;yang mengganggu jalannya pelayaran dan pengangkutan baik via laut maupun udara. Bila fenomena dalam negeri masih belum cukup bagi Anda, Anda dapat juga mencermati berita-berita internasional mengenai bencana alam. Badai topan di Jepang dan Amerika Serikat terus memecahkan rekor kecepatan angin, skala, dan kekuatan badai dari tahun ke tahun, curah hujan dan badai salju di China juga terus memecahkan rekor baru dari tahun ke tahun. Anda dapat mencermati informasi-informasi ini melalui media massa maupun internet. Tidak ada satu benua pun di dunia ini yang luput dari perubahan iklim yang ekstrim ini.

Fakta #4: Gelombang Panas menjadi Semakin Ganas
Pemanasan Global mengakibatkan gelombang panas menjadi semakin sering terjadi dan semakin kuat. Tahun 2007 adalah tahun pemecahan rekor baru untuk suhu yang dicapai oleh gelombang panas yang biasa melanda Amerika Serikat.

Daerah St.George, Utah memegang rekor tertinggi dengan suhu tertinggi mencapai (Sebagai perbandingan, Anda dapat membayangkan suhu kota Surabaya yang terkenal panas “hanya” berkisar diantara 30-37 derajat
Celcius). Suhu di St.George disusul oleh LasVegas dan Nevada yang mencapai 47 derajat Celcius, serta beberapa kota lain di Amerika Serikat yang rata-rata suhunya di atas 40 derajat Celcius. Daerah Death Valley di California malah sempat mencatat suhu 53 derajat Celcius!

Serangan gelombang panas kali ini bahkan memaksa pemerintah di beberapa negara bagian untuk mendeklarasikan status darurat siaga I. Serangan tahun itu memakan beberapa korban meninggal (karena
kepanasan), mematikan ratusan ikan air tawar, merusak hasil pertanian, memicu kebakaran hutan yang hebat, serta membunuh hewan- hewan ternak.

Pada tahun 2003, daerah Eropa Selatan juga pernah mendapat serangan gelombang panas hebat yang mengakibatkan tidak kurang dari 35.000 orang meninggal dunia dengan korban terbanyak dari Perancis (14.802jiwa). Perancis merupakan negara dengan korban jiwa terbanyak karena tidak siapnya penduduk dan pemerintah setempat atas fenomena gelombang panas sebesar itu. Korban jiwa lainnya tersebar mulai dari
Inggris, Italia, Portugal, Spanyol, dan negara-negara Eropa lainnya.

Gelombang panas ini juga menyebabkan kekeringan parah dan kegagalan panen merata di daerah Eropa. Mungkin kita tidak mengalami gelombang- gelombang panas maha dahsyat seperti yang dialami oleh Eropa dan Amerika Serikat, tetapi melalui pengamatan dan dari apa yang Anda rasakan sehari-harinya. Anda dapat juga merasakan betapa panasnya suhu di sekitar Anda.

Cobalah perhatikan seberapa sering Anda mendengar &;ataupun mungkin mengucapkan sendiri kata-kata seperti: “Panas banget ya hari ini!”.

Apabila Anda kebetulan bekerja di dalam ruangan ber-AC dari pagi hingga siang hari sehingga Anda tidak sempat merasakan panasnya suhu belakangan ini, Anda dapat menanyakannya kepada teman-teman ataupun orang disekitar Anda yang kebetulan bekerja di luar ruang.

Orang-orang yang sehari-harinya bekerja dengan menggunakan kendaraan terbuka di siang hari bolong (misalnya sales dengan sepeda motor) mungkin dapat menceritakan dengan lebih jelas betapa panasnya sinar matahari yang menyengat punggung mereka.

Fakta #5: Habisnya Gletser - Sumber Air Bersih Dunia
Mencairnya gletser-gletser dunia mengancam ketersediaan air bersih, dan pada jangka panjang akan turut menyumbang peningkatan level air laut dunia. Dan sayangnya itulah yang terjadi saat ini. Gletser-gletser dunia saat ini mencair hingga titik yang mengkhawatirkan!
NASA mencatat bahwa sejak tahun 1960 hingga 2005 saja, jumlah gletser-gletser di berbagai belahan dunia yang hilang tidak kurang dari 8.000 meter kubik!

Para ilmuwan NASA kini telah menyadari bahwa cairnya gletser, cairnya es di kedua kutub bumi, meningkatnya temperatur bumi secara global, hingga meningkatnya level air laut merupakan bukti-bukti bahwa planet bumi sedang terus memanas. Dan dipastikan bahwa umat manusialah yang bertanggung jawab untuk hal ini.

sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global

http://www.sampepuas.com/blog/global-warming-ancaman

http://geo.ugm.ac.id/archives/28

SOS: Dampak Pemanasan Global dapat menyebabkan bencana di bumi pada tahun 2012. Bertindaklah sekarang!

Pola makan vegetarian bukan saja baik untuk kesehatan tetapi juga cara yang paling cepat untuk menghentikan pemanasan global dan menyelamatkan bumi ini - Maha Guru Ching Hai

"Sektor peternakan adalah satu dari dua atau tiga penyumbang terbesar bagi krisis lingkungan yang paling serius dalam setiap skala, mulai dari lokal hingga global." Hampir seperlima (20 persen) dari emisi karbon berasal dari peternakan. Jumlah ini melampaui jumlah emisi gabungan yang berasal dari semua kendaraan di dunia! -- Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan yang diterbitkan pada tahun 2006

“Dengan kecepatan mencair seperti ini, maka Laut es Kutub Utara akan kehilangan lapisan esnya pada akhir musim panas 2012, lebih cepat daripada ramalan sebelumnya.” Ahli iklim NASA, Jay Zwally

“Kita telah melewati titik puncak, tetapi kita belum melewati titik tanpa harapan. Kita masih dapat berputar balik, tetapi dibutuhkan putaran yang cepat.” Dr. James Hansen- ahli iklim terkemuka NASA

Jangan makan daging, naiklah sepeda, dan jadilah konsumen yang hemat -- begitulah cara Anda membantu mengerem pemanasan global -- Dr. Rajendra K. Pachauri, Ketua Panel Antar Pemerintah Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change -IPCC), Paris, 15 Januari 2008

Pengaruh pemanasan global terhadap temperatur air laut telah menyebabkan terjadinya “Zona Mati” di lautan. Area air yang sangat luas ini tidak memiliki kehidupan karena hilangnya oksigen dan dilepaskannya gas hidrogen sulfida (H2S). Menurut laporan dari PBB, saat ini sudah ada lebih dari 200 zona mati. Dinginnya suhu dasar lautan telah menjaga gas metana tetap padat dalam bentuk hidrat. Beberapa ilmuwan percaya bahwa peningkatan suhu laut dapat menyebakan pelepasan gas metana dari dasar lautan.


Sektor peternakan telah menyumbang 9 persen racun karbon dioksida, 65 persen nitro oksida, dan 37 persen gas metana yang dihasilkan karena ulah manusia. Gas metana menghasilkan gas rumah kaca 20 kali lebih besar dan nitro oksida 296 kali lebih banyak jauh di atas karbon dioksida. Peternakan juga menimbulkan 64 persen amonia yang dihasilkan karena campur tangan manusia sehingga mengakibatkan hujan asam.

Untuk memproduksi satu kilogram daging, kita telah menghasilkan emisi karbon dioksida sebanyak 36,4 kilo. Sedangkan untuk memproduksi satu kalori protein, kita hanya memerlukan 2 kalori bahan bakar fosil untuk menghasilkan kacang kedelai, 3 kalori untuk jagung dan gandum; akan tetapi memerlukan 54 kalori energi untuk protein daging sapi! Jadi untuk memproduksi daging, membutuhkan konsumsi energi sebesar 10 kali! Pilihan pola makan kita juga merupakan pilihan energi.

Dengan memberi biji-bijian dalam jumlah banyak untuk makanan ternak merupakan faktor utama penyebab kekurangan pangan. John Powell, Perwakilan Progam Pangan Dunia PBB, Direktur Program Eksternal meminta perhatian bahwa “Panen jagung diberikan untuk makanan hewan ternak dan ini merupakan suatu pemborosan yang besar, sedangkan kita sebenarnya dapat makan langsung jagung itu. Hal ini juga berlaku bagi biji-bijian yang lain seperti beras dan kedelai."

http://www.financialpost.com/story.html?id=412984

Dr Walter dan tim penelitinya memonitor pergerakan gas metana dari jarak yang dekat di seluruh dunia untuk menentukan kemungkinannya terhadap akibat dari perubahan iklim. Ia telah menemukan bukti bahwa gas metana di bawah air telah dilepaskan dari air danau di Siberia dan Alaska.

Lapisan es di Kutub Selatan mulai runtuh. Pada 28 Februari 2008, lapisan es di semenanjung Wilkins di Antartika, yang selama ini menjadi lapisan es abadi sudah mulai runtuh dengan kecepatan yang mengejutkan para peneliti yang mengamatinya. Gambar-gambar satelit dengan resolusi tinggi dan jelas telah menunjukkan proses runtuhnya es ini yang diambil dari satelit Formosat 2 yang dioperasikan oleh Formosa (Taiwan) ini. Dr. Cheng-Chien Liu berkata: Setiap orang tahu bahwa suhu udara meningkat, suhu dunia memanas. Tapi mungkin tidak banyak yang tahu bahwa peningkatan rata-rata suhu tertinggi terjadi di Kutub Selatan, khususnya bagian Barat semenanjung Kutub Selatan. Lapisan Es Wilkins telah mengalami peningkatan rata-rata suhu tertinggi sekitar 0,5 derajat setiap 10 tahun. Dalam 50 tahun terakhir ini berarti suhunya telah meningkat sebesar 2,5 derajat. Itulah mengapa lapisan es di daerah ini terus pecah satu per satu. Kami sudah menyaksikan banyak lapisan es yang pecah dalam beberapa tahun terakhir ini. Jadi bisa saya katakan bahwa peningkatan suhu dan pemanasan global menjadi penyebab utama dari kejadian semacam ini. The Antartic Survey di Inggris yang mengamati lapisan es Kutub Selatan mengatakan bahwa Lapisan es Wilkins adalah lapisan yang terbesar dibandingkan dengan 6 lapisan es lainnya yang telah runtuh dalam beberapa dekade terakhir. Saya kira hancurnya Lapisan Es Wilkins ini memberi kita satu pelajaran yang bagus. Ini bukan sekedar fiksi ilmiah atau teori dari para ilmuwan. Ini adalah sesuatu yang benar-benar terjadi saat ini. Jika kita tidak melakukan sesuatu sekarang juga, maka keadaannya mungkin dapat semakin buruk. Kita bisa bekerja sama untuk menyelamatkan Bumi ini, Bumi yang hanya satu-satunya.

http://www.timesonline.co.uk/tol/news/environment/article3621685.ece

Dr. Gregory Flato dari Universitas Victoria di British Columbia, Kanada menjelaskan beberapa petunjuk perubahan iklim di Kutub Utara: "Karena iklim menghangat dan kita mengeluarkan banyak gas rumah kaca ke dalam atmosfer, maka permukaan atmosfer menjadi memanas, tetapi penghangatannya tidak merata di seluruh dunia. Ia lebih hangat di daerah lintang tinggi seperti Kutub Utara, daripada di lintang bawah. Inilah alasannya mengapa es lautan dan salju di lintang atas memantulkan cahaya. Mereka memantulkan cahaya dan berfungsi mendinginkan iklim, karena permukaan di lintang bawah lebih gelap. Lalu permukaan gelap itu akan menyerap lebih banyak radiasi sinar matahari, sehingga pemanasan iklim akan mencairkan lebih banyak es lagi. Dr Flato memperkirakan berdasar ukuran minimum dari musim panas, area pelapis es di Kutub Utara telah berkurang hingga 8% selama 30 tahun. Tetapi selama lima tahun lalu, tingkat ini telah meningkat dengan dramatis. Area permukaan berkurang hingga 40% hanya dalam satu periode, musim panas 2007 tahun lalu.

http://www.iar.org.uk/globalnews/articles/2008/04/climate_change_threatens_king_penguin_survival_300.html

Retakan besar beting Es Ward Hunt memberi sinyal kematian. Sebagai salah satu dari lima beting es yang masih ada di Kanada, Beting Es Ward Hunt yang berumur 3.000 tahun dan setebal 40 meter di wilayah seluas 443 km² sedang menyusut dengan cepat. Awal tahun ini, Derek Mueller dari Universitas Trent dan Doug Stern, Penjelajah Taman Kanada, melakukan survei wilayah dan menemukan bahwa ada banyak retakan di beting es tersebut dan satu retakan berukuran 10 kilometer kali 40 meter. Menurut Mueller, beting es tidak diisi lagi oleh glasir dan retakan tersebut adalah permanen. Dia menambahkan bahwa temuan tersebut menyarankan perubahan iklim telah melewati ambang batas tertentu.

http://www.thestar.com/News/World/article/413677

Penelitian terakhir oleh Greenpeace menyimpulkan bahwa naiknya permukaan air laut, berkurangnya pasokan air, dan berubahnya musim hujan karena perubahan iklim dapat menyebabkan 125 juta penduduk Asia Tenggara kehilangan rumah dalam waktu dekat. Sebagai tambahan, Program Pembangunan PBB mencatat bahwa perubahan iklim akan sangat berpengaruh kepada negara-negara berkembang dan menyebabkan migrasi penduduk secara besar-besaran maupun meningkatnya wabah penyakit.

http://www.dailytimes.com.pk/default.asp?page=2008%5C03%5C31%5Cstory_31-3-2008_pg6_20

Asia Selatan merasakan pengaruh yang kuat atas kenaikan temperatur. Kenaikan temperatur sebesar 2 sampai 5 derajat Celsius telah menyebabkan kegagalan panen yang besar di Asia Selatan. Hal ini juga menyebabkan lebih kekeringan yang parah serta menggenangi rumah dari lima juta orang di seluruh Asia Selatan.

http://www.merinews.com/catFull.jsp?articleID=131188

Tim Dr. Lesack dari Kanada sedang mempelajari daerah Fermafrost, sebuah lapisan tanah yang sekarang mencair dan menyebabkan pelepasan gas karbon dioksida serta metana. Pada konferensi perubahan iklim di Vancouver yang baru diadakan tahun 2008, Pemimpin Partai Liberal Stéphane Dion mengatakan bahwa metana yang terjadi sebagai hasil gas rumah kaca sebagian besar berasal dari konsumsi daging dan industri peternakan. Hewan yang mereka makan melepaskan banyak sekali gas metana ke atmosfer, dan metana jauh lebih banyak menyebabkan gas rumah kaca dibandingkan dengan CO2. Ada beberapa jalan untuk mengakhiri metana itu, tetapi pada akhirnya kita harus mengganti kebiasaan kita, yaitu memilih pizza vegetarian (vegan). Bpk. Dion juga menegaskan pencegahan perubahan iklim harus segera menjadi bagian dari tindakan para pemerintah.

http://www.cbc.ca/technology/story/2008/04/04/delta-lakes.html

Earthsave.org mengatakan bahwa dengan menjadi vegan bisa membantu
membalik perubahan iklim. Situs web organisasi tersebut mengeluarkan sebuah laporan tentang Bagaimana Ahli lingkungan Melihat Vegetarisme sebagai alat yang Paling Efektif untuk melawan Perubahan Iklim dalam Masa Hidup Kita.” Laporan tersebut juga menyoroti kontribusi dari industri peternakan bagi pemanasan global seperti kutipan dari para ahli seperti ahli iklim Dr. James Hansen yang menyatakan bahwa selain CO2, metana adalah kontributor yang paling berbahaya dari emisi rumah kaca. Sebagai gas rumah kaca yang lebih berbahaya daripada CO2, metana dapat dikurangi dengan signifikan jika orang menjadi vegan.

http://www.earthsave.org/news/earthsave_global_warming_report.pdf

Orang Kanada di barat daya Kolombia bersiaga terhadap kenaikan permukaan laut. Laporan baru dari pemerintah federal Kanada mengatakan bahwa kenaikan permukaan laut satu meter dapat memberi dampak kepada 220.000 orang yang hidup di area pantai Vancouver. Permukaan air laut telah naik 4 sampai 5 mm setiap tahunnya. Laporan juga menyatakan bahwa jika air laut terus naik, maka 4600 hektar lahan pertanian dan 15.000 hektar area pemukiman di Kolumbia akan terkena banjir. Lois Jackson, walikota dari Delta, Kolombia, berkata: “Fenomena ini sekarang telah terjadi, dan bukan teori lagi.”

http://www.canada.com/theprovince/news/story.html?id=9d54cfd8-874f-4c89-bd64-f3f7e2b17bd1&k=25491

Menteri Lingkungan, Konservasi, dan Meteorologi Kepulauan Solomon, Gordon Darcy Lilo, menguraikan dalam pidatonya kepada Parlemen untuk menguraikan hal yang berkenaan dengan perubahan iklim yang telah merugikan negara pulau itu. Contoh-contoh yg ia berikan antara lain penurunan produksi pertanian, erosi pantai, dan tenggelamnya pulau-pulau karena air laut. Ia menyatakan bahwa keputusan-keputusan yang diambil pemerintah harus memperhitungkan aspek perubahan iklim demi mengurangi dampaknya.

http://solomontimes.com/news.aspx?nwID=1549


Ahli lingkungan Jepang, Shuichi Endo sedang mencoba mengambil photo Pulau Tuvalu yang dihuni oleh 10 ribu orang di negara kepulauan Pasifik untuk meningkatkan kesadaran akan ancaman serius dari penduduk di Pulau Tuvalu. Pulau ini terletak hanya beberapa meter di atas permukaan laut dan terancam tenggelam karena permukaan air laut naik secara signifikan karena pemanasan global.

http://www.abc.net.au/ra/news/stories/200803/s2196990.htm?tab=pacific

Makanan vegan sekarang menjadi tren di Arab Saudi. Tempat-tempat pesiar di Uni Emirat Arab beralih ke vegetarian. Kepala koki Pravin Bagali dari hotel Le Meridien Al Aqah di emirat Fujairah mengatakan, pelanggan yang fruitarian (hanya makan buah) dan vegan telah meningkat hingga 40% sejak tahun lalu. Dan kepala koki Gabriela Kurz dari restoran vegetarian di Talise Spa Madinat Jumeirah mengatakan, "Kami sangat berminat memperkenalkan lebih banyak makanan vegan ke dunia kuliner Dubai.”

http://www.arabianbusiness.com/514776-unusual-diets-gain-ground

Pembuat Undang-Undang Jerman menganjurkan lebih sedikit daging. Wakil untuk Parlemen Jerman dan pemimpin Partai Hijau, Renate Künast, telah menyuarakan kebijakan untuk melakukan perubahan dalam bidang pertanian demi menghentikan perubahan iklim. Bagian yang direkomendasikan oleh Nn. Künast dalam transformasi tersebut adalah mengurangi penggunaan produk susu dan daging untuk konsumsi.

http://www.schrotundkorn.de/2008/200804b03.html

Senator Australia mempromosikan vegetarisme untuk lingkungan hidup. Saat berbicara tentang Earth Hour, Senator Australia, Andrew Bartlett di Queensland mengatakan bahwa mematikan listrik selama satu jam mempunyai nilai simbolik. Akan tetapi, untuk menyampaikan perubahan iklim jangka panjang dan efektif maka diperlukan perubahan gaya hidup. Ia berkata: “Tidak ada cara yang lebih mudah, lebih murah, dan lebih cepat dalam mengurangi emisi rumah kaca selain dengan memangkas jumlah produk daging dan susu yang kita konsumsi. Ini adalah cara yang telah terbukti manfaatnya baik bagi kesehatan maupun lingkungan hidup. Selain itu hal ini dapat segera kita lakukan daripada menunggu teknologi baru, layanan transportasi umum yang lebih baik, atau menerapkan penggunaan energi terbarukan. Cara ini sangat menghemat uang daripada menghabiskannya untuk cara lain, dan cara ini tidak menyebabkan bahaya apapun bagi ekonomi kita.” Senator Bartlett juga menyinggung tentang laporan PBB yang mengatakan bahwa emisi karbon dari peternakan hewan lebih besar daripada gabungan gas rumah kaca dari seluruh jenis transportasi. Lebih jauh lagi ia berkata: “Kita tidak dapat terus duduk di belakang dan menunggu pemerintah, teknologi, atau pasar untuk mengatasi masalah ini dan bersandar dengan upaya mereka… kita juga harus mengakui kenyataan ilimiah bahwa pada hakikatnya jika kita tidak memotong konsumsi produk hewan, maka kesempatan kita untuk menghentikan perubahan iklim adalah hampir tidak ada.”

http://sl.farmonline.com.au/news/nationalrural/agribusiness-and-general/general/senator-bartlett-wants-nomeat-and-dairy-day/83604.aspx

Ada banyak negara yang terletak di daerah selatan Sahara Afrika, khususnya Gambia yang merasakan dampak pemanasan global terutama dalam hal produksi pangan. Bpk. Pa Ousman Jarju selaku Direktur Sumber Air Gambia serta wakil Gambia untuk Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Penerapan Kerangka Kerja Konvensi mengenai Perubahan Iklim, selama konferensi internasional perubahan iklim di Bangkok tahun 2008 mengatakan: "Ibu kota negara yang ketinggiannya hampir sekitar satu meter di atas permukaan air laut sangat rentan terhadap naiknya air laut. Kami juga merasakan dampaknya karena jika Anda melihat sejarah curah hujan selama 3 dekade terakhir, curah hujan telah menurun, temperatur telah naik 0,4 derajat tiap dekadenya dan kami mengalami musim hujan yang lebih pendek serta musim kering yang meningkat dari tahun ke tahun. Jadi, kami merasakan dampaknya dan ini juga menimbulkan ketidakamanan pangan." Desember lalu pemerintah Gambia menyajikan rencana tindakan nasional akhirnya ke PBB yang menguraikan cara-cara yang akan diambil untuk mengantisipasi perubahan iklim. Mr. Pa Ousman Jarju juga berkata: "Kita benar-benar perlu
mengubah gaya hidup kita, karena ini sungguh memberi sumbangan terhadap pengurangan emisi yang lebih tinggi dan perubahan iklim. Sistem pola makan kita juga perlu berubah. Bila kita menerapkan jenis diet vegetarian maka itu akan menyumbang sangat besar. Kita siap menyelamatkan planet ini.

\\sun\y\FTP 2008\Events01\No ID number\200803 UN Climate Change\

Menteri Administrasi Perlindungan Lingkungan Formosa (Taiwan), Bpk. Winston Dang telah membuat rekomendasi untuk orang-orang untuk makan lebih sedikit daging demi menyelamatkan sumber alam. Ia melihat dampak dari peternakan hewan yang menyebabkan degradasi besar bagi tanah dan merupakan penghasil polusi air utama.

http://www.taiwannews.com.tw/etn/news_content.php?id=637871〈=eng_news&cate_img=49.jpg&cate_rss=news_Society_TAIWAN

Stasiun King Sejong yang merupakan tempat pengamatan iklim di Kutub Selatan bagian barat selama dua dekade telah memantau perubahan pola lingkungan hidup di Kutub Selatan. Dengan 11 fasilitas dan 2 observatoriumnya yang berlokasi di Pulau King George di Semenanjung Barton di Kutub Selatan bagian barat, Korea mendatangkan puluhan ilmuwan setiap tahunnya. Dengan datangnya musim panas dalam waktu dekat, mereka, seperti kebanyakan stasiun riset lainnya di daerah tersebut, terus memasukkan informasi yang paling terkini.


Menurut pengamatan kami, dinding es Teluk kecil Marian yang dekat dengan stasiun kami telah mundur lebih dari 1 km selama 50 tahun terakhir. Para peneliti telah berada di sana selama 3 bulan melihat sendiri bahwa selama masa itu, dinding es mundur selama beberapa meter. Jika Anda datang ke sini, Anda dapat merasakan bahwa perubahan iklim sangat serius dibandingkan dengan sebelumnya. Untuk menunda laju pemanasan global sebanyak mungkin, industri perlu menjauhkan diri dari pemakaian bahan bakar fosil dan berbagai pola gaya hidup harus berubah. Semenanjung Barton yang relatif sejuk, dimana Stasiun King Sejong berlokasi, biasanya menarik sejumlah spesies, dan oleh karena itu ada banyak ahli biologi yang datang mempelajarinya. Akan tetapi tahun ini ilmuwan digusarkan akan populasi satwa di sana. Selain itu, jumlah plankton telah merosot dengan tajam Ketika Anda melihat hewan seperti pinguin atau anjing laut, mereka sulit
ditemukan dibandingkan dengan tahun lalu. Di tahun ini saja, dinding es di sini telah roboh 50 meter dibandingkan tahun lalu. Ketika Anda melihat itu, itu akan membuat Anda berpikir. Terlalu banyak es yang roboh saat ini. Jika kita melihat foto dari udara 10 tahun yang lalu, dinding es ada tepat di depan stasiun kita, tetapi ia berada sangat jauh dari kita sekarang, ini berarti ada banyak dinding es yang telah roboh.

http://newsinfo.inquirer.net/breakingnews/nation/view/20080402-127994/Green-group-gives-out-water-saving-tips

Sungai es di Swiss mencair sebagai akibat dari pemanasan global. Sekitar 1.800 sungai es di Swiss mencair sebesar 3% per tahun. Yang terbesar berkurang belasan meter per tahun, sementara rata-rata pencairan per tahun untuk yang lainnya bertambah dua dan tiga kali lipat. Pusat Pengamatan Sungai Es Dunia yang didukung PBB mengatakan pencairan parah ini disebabkan oleh perubahan iklim. Ini benar-benar mendesak, kita harus melakukan sesuatu. Karena penguapan air adalah masalah serius di seluruh Eropa, warga Swiss akan segera cepat menghadapi kekurangan air dan bahkan kekeringan. Fenomena pencairan sungai es sedang terjadi di negara-negara lainnya. Milyaran orang di seluruh dunia tergantung dari sungai-sungai es ini untuk air minum, pertanian, industri, dan pembangkit listrik.

http://news.nationalgeographic.com/news/2005/11/1110_051110_warming.html

Warga Timor Leste menderita efek dari perubahan iklim. Dengan meningkatnya ketinggian air laut dan cuaca yang buruk, hal ini telah memberikan efek kepada penduduk di Timor Leste dalam berbagai segi. Di seluruh Timor dan bagian lain dari Indonesia, hasil panen para petani berkurang sebanyak setengah dari hasil panen biasanya karena kondisi iklim yang tidak stabil. Sebagai akibatnya, ribuan anak-anak memperoleh gizi yang sangat buruk. Bpk. Adao Soares Barbosa, Direktur Nasional untuk Pelayanan Lingkungan mengatakan: "Sebagaimana yang Anda ketahui bahwa negara kami adalah negara terbaru di dunia, jadi kami perlu skenario ekonomi yang mendukung lingkungan hidup dan ekosistem. Perubahan iklim sudah memberikan dampak terhadap negara kami dalam hal sumber air, hasil pertanian, dan juga hilangnya keanekaragaman biologi, khususnya di daerah yang rawan terhadap kemarau, banjir, dan kenaikan air laut.

http://news.bbc.co.uk/2/low/asia-pacific/6919730.stm

Uni Eropa memberlakukan pelarangan impor daging yang dihormonisasi. Beberapa negara, seperti AS dan Kanada, memberikan hormon kepada sebagian besar sapi perah untuk mempercepat pertumbuhannya dan menambah produksi susunya. Uni Eropa menggunakan “prinsip pencegahan” dengan melarang impor produk yang terhormonisasi, karena dicurigai akan mengacaukan kesehatan hormonal dan sistem reproduksi manusia, serta memperbesar kemungkinan terjadinya kanker.


http://www.iht.com/articles/ap/2008/03/31/business/EU-FIN-ECO-WTO-Beef-Hormones.php

Hewan-hewan di kebun binatang menjadi vegetarian. Kebun binatang Belanda Blijdorp di Rotterdam mengganti makanan hewan berbahan daging dengan diet vegetarian yang sehat setelah lewat beberapa tahun. Bpk. Ton Dorresteyn, direktur kebun binatang berkata: “Kebun binatang telah membuat keputusan ini karena telah meneliti efek positif dari diet vegetarian terhadap hewan.” Kesehatan hewan-hewan akan dimonitor dari dekat oleh dokter hewan. Sebuah contoh tentang manfaat dari hidup vegetarian disediakan oleh situs web kebun binatang dengan sebuah kisah tentang Shiva, seekor harimau yang berusia 27 tahun yang telah menjadi vegetarian sejak usia 10 tahun. Alasan lain untuk transisi ini adalah pengurangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan melalui penerapan diet vegetarian adalah untuk melindungi kelestarian planet dan hutan kita dengan tidak menebang pohon untuk menanam pakan makanan ternak.

http://www.dutchnews.nl/news/archives/2008/03/zoo_animals_to_become_vegetari.php

Hutan-hutan gambut di Indonesia akan habis. Organisasi lingkungan hidup Greenpeace baru-baru ini melaporkan bahwa industri minyak kelapa sawit Indonesia terus berlanjut tidak beraturan. Minyak kelapa sawit yang digunakan untuk makanan, kosmetik, dan bahan bakar bio ikut merusak hutan gambut. Karena tingginya kadar karbon yang tersipan dalam hutan-hutan itu, pembabatan dan pembakaran hutan ini menjadikan Indonesia sebagai negara ketiga penyumbang emisi gas rumah kaca.

http://news.monstersandcritics.com/asiapacific/news/article_1398725.php/Palm_oil_industry_continues_to_destroy_Indonesias_peatland_forests

Partisipan Forum Boao untuk Asia menganjurkan konsumsi lebih sedikit daging di Forum Internasional Boao untuk Asia 2008 di China. Para partisipan juga bertemu untuk satu sesi yang disebut “Perubahan Iklim: Mengubah Bisnis, Mengubah Kita.” Gerard Kleisterlee, Ketua dan CEO Royal Philips Electronics Group berada di antara mereka yang menganjurkan bahwa pilihan
vegetarian (vegan) dapat mengurangi emisi CO2.

http://news.xinhuanet.com/english/2008-04/13/content_7969665.htm

Garis pesisir pantai Skotlandia terkikis akibat perubahan iklim. Pemerintah Skotlandia mengeluarkan laporan yang menyatakan erosi di pesisir sepanjang 740 mil, bersama dengan naiknya permukaan air laut. Air yang berubah menjadi semakin asam juga membahayakan satwa liar. Richard Lochhead, sekretaris kabinet urusan pedesaan dan lingkungan berkata tentang situasi darurat ini, “Ini terjadi sekarang dan kita harus bertindak.”

http://news.scotsman.com/scotland/740-miles-of-Scottish-coast.3960702.jp