Kamis, 13 November 2008

HUBUNGAN PASANG SURUT AIR LAUT TERHADAP PEMANAZHAN GLOBAL

December 10, 2007

Rob di Tengah Isu Pemanasan Global

Subandono Diposaptono

Jebolnya tanggul akibat banjir rob (pasang laut) telah merobohkan belasan rumah di kawasan pesisir Jakarta, Senin (26/11). Bukan hanya itu, akses jalan raya, baik dari maupun menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta, juga lumpuh total akibat tergenang air laut yang cukup tinggi. Banyak penerbangan mengalami penundaan. Ratusan hektar tambak pun gagal panen.

Bencana banjir rob disebabkan banyak hal, mulai dari ulah manusia yang merusak lingkungan hingga alami (pasang surut). Maklum, dewasa ini pembangunan di wilayah pesisir sangat cepat, tetapi kurang mengindahkan kaidah tata ruang ramah bencana. Permukiman dibangun terlalu dekat dengan pantai. Mangrove tinggal secuil, hanya tumbuh di beberapa tempat.

Penyedotan air tanah secara berlebihan juga memberi kontribusi terhadap banjir rob. Fakta membuktikan, terkurasnya air itu mengakibatkan tanah ambles. Ketika terjadi rob, terbentuklah genangan air laut yang luas. Itulah yang menimpa Jalan Tol Sedyatmo baru-baru ini.

Perilaku manusia yang tak ramah lingkungan itu masih diperparah dengan kian pesatnya industrialisasi dan penggundulan hutan. Akibatnya terjadilah pemanasan global yang menimbulkan kekacauan iklim dan ekspansi termal lapisan permukaan laut. Es di Benua Antartika meleleh. Kenaikan paras muka air laut (sea level rise) tak dapat dielakkan.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), suatu badan yang dibentuk oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan Program Lingkungan PBB (UNEP), memperkirakan laju paras muka air laut di muka Bumi sekitar 3-10 cm per dasawarsa. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?

Menurut analisis dari beberapa stasiun pasang surut di Jepara, Jakarta, Batam, Ambon, Biak, dan Kupang, selama dasawarsa terakhir menunjukkan, paras muka air laut di kawasan itu berkisar 5-10 milimeter per tahun. Isu ini sangat mengkhawatirkan pesisir berdataran landai di Indonesia. Jika diasumsikan kemiringan pantai 1 persen saja, itu berarti dataran pantai yang tenggelam 0,5 meter sampai 1 meter per tahun.

Kondisi ini diperparah dengan muara sungai yang sangat landai. Jika diasumsikan kelandaian muara sungai rata-rata 1:10.000, maka air laut akan merangsek ke arah darat sejauh 50-100 meter per tahun.

Pasang surut

Pasang surut atau proses naik turunnya muka air laut secara teratur yang disebabkan oleh gaya tarik Bulan dan Matahari juga berkontribusi terhadap bencana banjir rob. Berdasarkan analisis menggunakan metode admiralty, kondisi pasang laut tertinggi untuk tahun 2007 terjadi pada 26 November, yakni sekitar 1,2 meter. Pasang tinggi dengan nilai yang hampir sama diprediksi akan terjadi lagi antara 23 dan 25 Desember 2007.

Saat itulah terjadi bulan purnama yang menyebabkan pasang tinggi. Seperti diketahui, dalam satu tahun akan terjadi pasang air laut saat bulan purnama pada bulan tertentu lebih tinggi dibandingkan dengan pasang purnama pada bulan-bulan yang lain. Karena itu, dalam satu tahun akan terjadi satu kali pasang tertinggi tahunan. Pasang air laut akan mencapai satu kali pasang tinggi tertinggi dengan periode ulang 18,6 tahun.

Secara filosofis, penanganan banjir rob di wilayah pesisir dapat ditempuh dengan beberapa strategi. Pertama, pola protektif dengan membuat bangunan pantai yang mampu mencegah banjir rob agar tidak merangsek ke darat. Pola ini bertujuan melindungi antara lain permukiman, industri wisata, jalan raya, dan daerah pertanian dari genangan air laut.

Tanggul dan bangunan pantai tidak hanya dirancang berdasarkan muka air pasang tinggi dan gelombang laut pada saat ini, tetapi juga harus memperhitungkan amblesan tanah, paras muka air laut, pasang tinggi tertinggi, dan gelombang laut akibat angin dalam kondisi ekstrem.

Pola protektif lain yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan restorasi melalui peremajaan pantai (beach nourishment) dan rehabilitasi mangrove. Proses ini meliputi pengambilan material dari tempat yang tidak membahayakan dan diisikan ke tempat yang membutuhkan. Lahan hasil timbunan ini kemudian ditanami mangrove sehingga dapat meredam banjir rob merangsek ke darat. Hutan mangrove juga berfungsi sebagai penyerap karbon untuk mengurangi pemanasan global.

Kedua, pola adaptif menyesuaikan dengan banjir rob. Rumah-rumah di tepi pantai dibuat model panggung agar aman dari genangan air laut, terutama pada waktu banjir rob. Daerah pertanian yang tergenang air laut akibat banjir rob dapat diubah peruntukannya menjadi lahan budidaya perikanan.

Ketiga, pola mundur (retreat) bertujuan menghindari genangan dengan cara merelokasi permukiman, industri, daerah pertanian, dan lain-lain ke arah darat agar tidak terjangkau air laut akibat banjir rob.

Upaya lain yang tidak kalah penting adalah mengendalikan pemanfaatan air tanah dan membuat sumur resapan untuk menghambat laju amblesan tanah.

Selain yang bersifat fisik, perlu dilakukan pula upaya nonfisik, seperti pembuatan peta risiko banjir rob, penyuluhan, dan penyadaran masyarakat. Masyarakat, baik di daerah rawan banjir rob maupun di luar kawasan, sangat besar perannya. Mereka dituntut untuk sadar, peduli, dan cinta terhadap lingkungan serta disiplin terhadap peraturan dan norma-norma yang ada.

Jika kita tidak segera sadar terhadap lingkungan, maka banjir rob semakin sering terjadi dan bahkan bisa lebih ganas lagi. Pasalnya, bisa saja terjadi kemungkinan di mana kondisi amblesan tanah dan paras muka air laut yang semakin parah bersuposisi dan berakumulasi bersamaan dengan pasang tinggi tertinggi dan gelombang laut yang ekstrem pada masa-masa yang akan datang. Apalagi kalau dibarengi dengan hujan yang sangat deras. Siapkah kita menghadapinya?

Subandono Diposaptono Pemerhati Masalah Mitigasi Bencana; Bekerja di Departemen Kelautan dan Perikanan

Sumber: Kompas

Tidak ada komentar: